Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2021

Beberapa Jejak Pelarian Prabu Brawijaya Pada Saat Kerajaan Majapahit Diambang Kehancuran

Jakarta -  Saat Kerajaan Majapahit berada di ambang kehancurannya, sang raja Prabu Brawijaya dan para prajurit yang tersisa mengasingkan diri ke kawasan Pegunungan Seribu yang sekarang masuk wilayah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sana, Prabu Brawijaya bersama para pengikutnya yang tersisa menyebar ke berbagai tempat seperti Playen, Karangmojo, dan Ponjong. Sedangkan Prabu Brawijaya sendiri memilih bersembunyi di Pantai Ngobaran, Kecamatan Panggang. Di pantai inilah, dia kemudian melakukan ritual pati obong (membakar diri) agar dia tak tertangkap Pasukan Demak. Dia pun kemudian mengakhiri hidupnya dengan cara moksa di Goa Langse. Kisah tentang pelarian Raja Majapahit ini memang tidak tertuang dalam babad atau kitab-kitab kuno, namun disebarkan secara lisan di tengah-tengah masyarakat Gunungkidul dan diwariskan secara turun temurun. Lalu seperti apa jejak-jejak yang ditinggalkan Majapahit di sana? Berikut selengkapnya: Tempat Pelarian Majapahit Dilansir dari Ugm.ac.id, sel

Cerita Seorang Veteran Perang Bernaman Ngatimin yang Cerdik Jadi Mata-mata dan Pernah Diburu 20 Hari Oleh Belanda

Karanganyar -  Ngatimin, sang pejuang asal Karanganyar, Jawa Tengah, kini telah memasuki usia senja. Lahir di Paulan Timur, Desa Paulan RT 01 RW 04, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, 5 Juli 1933, usianya saat ini 88 tahun. Meski telah senja, semangat perjuangan pria bertubuh kurus dan rambut putih ini tidak pernah padam. Apalagi ketika hari-hari mendekati tanggal 17 Agustus, yang merupakan peringatan ulang tahun Kemerdekaan Indonesia. Semangat menggelora muncul seperti tatkala remaja. Saat ikut berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi Nusantara. Ditemui merdeka.com, Minggu (15/8), Mbah Min, sapaan akrabnya, sedang menjajakan mainan anak-anak di sekitar gapura Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ/Kebun Binatang Solo). Meski tubuhnya renta, Mbah Minutes tetap terus berkarya, membuat mainan anak-anak sebisanya. Banyak jenis mainan hasil karya pria yang kini tinggal di Kaplingan Jebres itu. Di antaranya, mainan senapan, topi dan lainnya. "Ini sebagian saya buat sendiri. Hasilnya

Mengenal Gowok, Perempuan Banyumas di Dalam Lingkup Tradisi Seksual

Jakarta - Tinggal di pegunungan Tengger sembari melawan penyakit paru-paru, Liem Khing Hoo (1905-1945) penulis keturunan Tionghoa Indonesia bernama pena Romano menulis novel-novel etnografis yang kini tak lagi banyak diingat. Sederet karyanya seperti Kembang Widjjakoesoema (1830 ), Oedjoeng (1932 ), Dewi Poeti (1932 ), Brangti (1934 ), Gowok (1936 ), Merah (1937) dan Tengger (1940) ditulis dengan bahasa Melayu-rendah atau Melajoe-adoekan, di mana kata peneliti kawakan asal Prancis Claudine Salmon memumpunkan perhatian pada kehidupan pedusunan, tradisi suku terasing serta dunia priyayi (lihat Sastra Indonesia Awal: Kontribusi Orang Tionghoa. 2010, h. 375-397). Salah satu karya Romano, Gowok, terbit pertama kali pada Maret 1936 di Tjerita Roman edisi VII No. 87. Unique ini mengangkat kisah bertema coueleur local adat turun temurun gowokan di dusun Soediredja, Banyumas Wetan . Dikisahkan Romano bahwa tradisi gowok menetapkan satu aturan. Seorang jejaka yang telah bertunan